Saul Hakham Yahudi, atau Paulus sang Rasul?
Paulus sang Rasul (3M-62M): Nama Ibraninya adalah Saul. Seorang penduduk Roma yang beragama Yahudi, lahir pada tahun 3 masehi di kota Tarsus di sebelah selatan Turki, dari kedua orang tua Yahudi keturunan Ibrahim. Ayahnya adalah orang Persia keturunan Benyamin anak Yakub (Israel) (Roma 11:1).
Paulus sendiri tidak meyakini ketuhanan Al-Masih. Dia juga memandang para pengikut Al-Masih hanya sebagai ancaman agama dan politik terhadap negara. Oleh karena itu dia menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat pedih dan mengusir mereka baik di dalam ataupun di luar Yerusalem (Al-Quds).
Dalam perjalanannya dari Yerusalem menuju Damaskus untuk menangkap orang-orang Kristen yang kabur dari Yerusalem, dia berkata bahwa Al-Masih telah menampakkan diri kepadanya dan menuntunnya ke jalan iman kepadanya (Kisah Para Rasul 22:1-11), dan sejak saat itu Paulus memikul tugas menyebarkan ajaran Kristen, yang mana dia menulis empat betas surat (dengan asumsi bahwa dia adalah penulis surat kepada kaum Ibrani) yang seluruhnya dimasukkan ke dalam Alkitab dan dijadikan landasan di masa yang akan datang -melalui keputusan Dewan Gereja Umum- pembentukan agama Kristen seperti formatnya yang sekarang ini. Sampai-sampai julukan agama Kristen berubah menjadi Al-Masihiyyah Paulus (Kristen Paulus).
Paulus berpindah-pindah tempat pada saat penyebaran ajaran Kristen ke beberapa negara (Cyprus, Antiokhia, Yerusalem, Syria, dan Roma), hingga dia mati terbunuh di Roma pada 22 Februari 62 Masehi (Ensiklopedia Encarta). Pendapat lain mengatakan bahwa dia mati pada peristiwa terbakarnya Roma di masa pemerintahan Nero pada bulan Juli 64 Masehi (Kamus Alkitab. Kamus Alkitab juga menyebutkan pendapat Ensiklopedia di atas). Pada saat itu, kota Tarsus, kota di mana Paulus dibesarkan, merupakan pusat perkembangan ilmu dan filsafat Stoicisme (ketenangan), yang memfokuskan ajaran-ajarannya pada akhlak, dan aliran Panteisme (Wihdatui wujud).
Pengaruh aliran pemikiran tersebut tampak jelas dalam berbagai ungkapan Paulus tentang dasar-dasar ajaran Kristen, seperti yang dijelaskan dalam kamus Alkitab (Halaman: 196). Ini berarti bahwa Paulus memiliki latar belakang budaya filsafat Yunani, dan juga budaya Yahudi (Perjanjian Lama) karena dia orang Yahudi.Kami akan memulai dengan menggambarkan Paulus tentang dirinya dalam suratnya kepada penduduk Roma, dia berkata:
[Roma 1:1] Dan Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul (apostle) dan dikuduskan (separated) untuk memberitakan Injil Allah.
Dapat kita perhatikan ayat di atas, bahwa ungkapan Yang dipanggil menjadi rasul berarti bahwa kata rasul adalah ungkapan Paulus sendiri. Ini tidak sama artinya dengan kata Rasul untuk Nabi Musa. Bisa jadi maksudnya apostle dalam bahasa Inggris yang juga berarti murid (hawariy) bukan seorang nabi -seperti yang disebutkan dalam teks King James dalam bahasa Inggris- ini merupakan kata yang tepat di dalam menggambarkan hakekat Paulus yang menyatakan bahwa dia adalah seorang murid dan bukan seorang nabi.
At-Tafsir At-Tathbiqi li Al-Kitab Al-Muqaddas, halaman 2373 menjelaskan arti ayat di atas, "Ketika Paulus seorang Yahudi yang fanatik dan yang suka menindas orang-orang Kristen itu beriman maka Allah menggunakannya untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia."
Demikianlah! Sebenarnya Paulus tidak memiliki risalah khusus. Bahkan tugas utamanya hanya terbatas (menurut pemahamannya) dalam penyebaran kabar gembira dan Injil, seperti yang dikatakannya:
[Roma 15:19] Oleh kuasa tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat dan oleh kuasa roh. Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem ke llirikum, aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.
Arti tersebut dipertegas kembali dalam ayat berikut ini:
[2Korintus 11:16-17] Kuulangi lagi: Jangan hendaknya ada orang yang menganggap aku bodoh. Dan jika kamu menganggap demikian, terimalah aku sebagai orang bodoh supaya aku pun boleh bermegah sedikit. Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai orang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai orang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah.
Seperti yang kita lihat, bahwa ini adalah ayat yang menegaskan bahwa Paulus bukanlah seorang rasul atau nabi, namun dia berusaha untuk masuk ke dalam golongan nabi, tanpa wahyu. Paulus pun mengakuinya secara terang-terangan (Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai orang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai orang bodoh) maksudnya adalah bahwa perkataannya bukanlah wahyu, tapi hanya sekadar kebodohan dirinya, dan dia berhak untuk bangga dengan kebodohannya, seperti yang tertulis dalam terjemahan modern dari ayat tersebut.
[2Korintus 11:16] Aku mengatakannya sekali lagi: Jangan hendaknya ada orang yang menganggap aku bodoh. Dan jika kamu menganggap demikian, terimalah aku sebagai orang bodoh supaya aku bisa berbangga diri sedikit.
Paulus berusaha mengangkat dirinya sendiri, dengan mengaku bahwa dia tidak jauh berbeda dengan seorang rasul yang memiliki keistimewaan, meskipun dirinya sendiri tidak berarti apa-apa, dan meskipun dia membanggakan kebodohannya secara terang-terangan.
[2Korintus 12:11] Sungguh aku telah menjadi bodoh, tetapi kamu yang memaksa aku. Sebenarnya aku harus kamu puji. Karena meskipun aku tidak berarti sedikitpun, namun dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu.
Terjemahan terbaru Alkitab memperjelas arti ayat tersebut,
Sungguh aku telah menjadi bodoh, tetapi kamulah yang memaksa aku. Sebenarnya kamu harus memujiku. Karena aku tidak berbeda dalam segala hal dengan rasul-rasul yang luar biasa itu.
Seperti yang kita lihat bahwa Paulus mengakui kebodohannya secara terang-terangan, meskipun demikian dia berusaha untuk mendapatkan simpati dan pujian dari masyarakat (Sebenarnya kamu harus memujiku).
Tidak hanya itu, bahkan terkadang dia berbicara seperti orang gila, ketika dia menjelaskan bahwa dia adalah pelayan utama Al-Masih dan terbaik, karena dia lebih banyak memikul beban.
[2 Korintus 11:22-23] Apakah mereka orang lbrani? Aku juga orang Ibran. Apakah mereka orang Israel? Aku juga orang Israel. Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga keturunan Abraham. Apakah mereka pelayan Kristus? -Aku berkata seperti orang gila- aku lebih lagi! Aku banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.
Tidaklah benar bahwa Paulus terpaksa mengatakan hal itu, karena orang-orang ragu dengan risalah yang dibawanya. Dalam kondisi apa pun, seorang rasul tidak dibenarkan berbicara seperti orang gila. Bagaimana mungkin orang-orang akan mempercayai perkataan orang gila?
Paulus berpendapat bahwa dirinya tidak jauh berbeda -sama sekali- dengan para rasul yang memiliki kelebihan, meskipun dia mengakui bahwa dirinya bodoh dan tidak berarti apa-apa! Dan Paulus terus meyakini hal itu, meskipun dia tidak pandai dalam berkata-kata.
[2Korintusl 1:5-6] Tetapi menurut pendapatku sedikit pun aku tidak kurang dari pada rasul-rasul yang tak ada taranya itu. Jikalau aku kurang paham dalam hal berkata-kata, tidaklah demikian dalam hal pengetahuan; sebab kami telah menyatakannya kepada kamu pada segala waktu dan dalam segala hal.
Paulus berusaha mencari dukungan orang-orang, meskipun harus membayar mahal, rneskipun dia harus melepaskan keyakinan Kristennya, dia rnengatakan:
[1Korintus 9:19-21] Sungguhpun aku bebas dari semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku seperti orang Yabudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup diluar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Ini merupakan ayat yang merefleksikan filsafat Paulus secara umum, dia membaca dengan cara apa saja, dan melalui agama apa saja, demi mendapatkan daya tarik masyarakat dan popularitas mereka (Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat), dia berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan semua resiko, meskipun dia harus tampil seperti penyembah berhala!
Secara jelas terlihat bahwa pemikiran tersebut bukanlah wahyu Tuhan, jika hal itu ditinjau dari segala aspek. Wahyu Tuhan yang benar (Perjanjian Terbaru) haruslah terbebas dari penerimaan dan penolakan manusia terhadap rasul. Yang wajib dilakukan oleh rasul, hanyalah membawa agama yang benar saja, tanpa melihat apakah agama yang dibawanya diterima oleh masyarakat atau tidak. Bukanlah sikap yang dapat dibenarkan, jika seorang rasul membaca sesuai dengan keinginan suatu kelompok, karena hal yang demikian itu dapat menghilangkan esensi agama dalam tabligh Ilahi. Inilah firman Allah yang khusus diberikan kepada setiap rasul,
"Jika kamu berpaling, maka sungguh telah kusampaikan kepadamu petunjuk yang aku diutus untuk menyampaikannya. Dan Tuhanku akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu." (QS. Hud: 57)
Maksud ayat di atas adalah, jika mereka berpaling atau menantang para nabi dan rasul, maka hendaknya nabi/rasul itu mengatakan kepada mereka, "Aku telah menyampaikan apa yang telah ditugaskan kepadaku untuk kalian semua, jika kalian mengambilnya, maka itu adalah sebuah keberuntungan bagi kalian, dan jika kalian meninggalkannya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggantikan kalian dengan sebuah kaum yang lain, lalu mengadzab kalian, kalian juga tidak akan pernah membuat mudarat kepada-Nya, meskipun kalian meninggalkannya."
Ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan hal tersebut silih berganti, untuk menjelaskan kepada kita, bahwa ketika manusia menantang sesuatu yang disampaikan oleh rasul, maka tidak ada kewajiban bagi rasul itu, kecuali menyampaikan saja.
Firman Allah,
"Dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan dengan terang." (QS. An-Nahl: 82)
Pemikiran matematis dan redaksi hukum pun terus menentang hal yang terkait dengan maksud di atas.
Allah berfirman,
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian terus terang. Dan aku tidak mengetahui apakah ancaman itu sudah dekat atau masih jauh? Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan. Dan aku tiada mengetahui boleh jadi hal itu (penundaan adzab) cobaan bagi kamu atau menjadi kesenangan sampai kesuatu waktu. (Muhammad) berkata: Ya Tuhanku berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami adalah Tuhan yang Maha Pemurah lagi yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu katakan." (QS. Al-Anbiyaa': 109-112)
Perhatikan kalimat ini,
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian terus terang"
Artinya: Jika mereka menantangmu, maka katakanlah kepada mereka -sekarang juga- kita akan berpisah setelah sama-sama mengetahui kebenaran, agar mereka memikul dosa-dosa mereka sendiri. Saya berharap para agamawan Kristen membandingkan redaksi ini dengan redaksi yang yang dikatakan oleh Paulus sang rasul yang bodoh, plin-plan, dan munafik, yang berbicara seperti orang gila, menurut pengakuan dirinya sendiri. Di dalam Al-Qur'an, kata "berpaling" disebutkan sebanyak 33 kali. Kata tersebut telah membuat diri kita tertunduk menangis kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena kita lalai dalam melaksanakan hak-Nya.
Oleh karena itu misi yang dibawa oleh rasul, hanyalah sebatas melaksanakan perintah Allah semata, dan hanyalah melaksanakan tugas tersebut dengan ketekunan dan kekhusyu'an, hingga pada tingkatan bergetarnya jiwa dan raga secara bersamaan, seperti firman Allah kepada rasul-Nya,
"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik." (QS. Al-Hijr: 94)
Inilah sebuah perintah yang dapat menggetarkan rasul dan para pengikutnya, sehingga hati dan lisan pun sulit mengungkapkan kalimat "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan", yang tidak mungkin bagi kita memahami arti kalimat tersebut, kecuali setelah menghubungkannya dengan firman Allah, yang menggambarkan refleksi turunnya wahyu kepada gunung-gunung.
Firman Allah,
"Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur 'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpainaan-perurnpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berftkir." (QS. Al-Hasyr: 21)
Biarkanlah para agamawan Kristen merenungi kalimat "supaya mereka berfikir" yang dimaksudkan dalam ayat tersebut!
Pertanyaan yang terlontar sekarang; Apakah Nabi Muhammad berusaha mencari kemuliaan diri dan menarik simpati orang lain, seperti yang Paulus lakukan?
Inilah firman Allah di dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah: Upah yang aku minta kepadamu, adalah untuk kamu. Upahku hanya dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Saba': 47)
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'alalah yang langsung memberikan ganjaran pahala kepada para rasul. Adapun ganjaran orang yang beriman akan kembali ke dirinya sendiri. Dialah orang yang akan memanfaatkan ganjaran keimanannya dan keselamatan akhirat yang diharapkannya, yaitu dengan tercapainya tujuan dari penciptaan makhluk di dunia ini, yang tercermin dari: Iman yang didasari oleh akal. Maksudnya adalah Iman orang yang berakal dan melaksanakan aturan/syariat (pentingnya melaksanakan amal saleh).
Pelaksanaan syariat bukanlah sesuatu yang dibuat oleh manusia, namun itu adalah perintah dan hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala yang wajib kita ikuti, bagi setiap hamba yang beriman kepada-Nya. Inilah perkataan Allah kepada Musa Alaihis Salam:
[Ulangan 26:16] Pada hari ini Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.
Kita kembali membahas Paulus sang Rasul (atau Paulus seorang hawari [murid Isa]), dia berupaya menolak segala tuduhan kebohongan terhadap dirinya dalam berbagai surat.
[2Korintus 11:31] Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tuhan kita, yang terpuji sampai selama-lamanya, tahu, bahwa aku tidak berdusta.
[Galatia 1:20] Di hadapan Allah kutegaskan: Apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta.
[Timotius 2:7] Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan rasul -yang kukatakan benar dan aku tidak berdusta- dan sebagai pengajar orang-orang yang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran.
Beginilah Paulus membela dirinya sepanjang surat yang telah dibuatnya, dia mengaku bahwa dia tidak berbohong sama sekali, dia pun mempertahankan kebodohannya, seperti yang kita lihat pada ayat-ayat sebelumnya, sebagaimana Paulus meminta kepada orang-orang tentang prediksi kebodohannya.
[2Korintus 11:1] Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil ini. Memang kamu sabar terhadap aku!
Jadi, risalah menurut Paulus hanyalah sekadar persaingan dan perlombaan dalam menafsirkan teks-teks Injil, dengan para pendusta lainnya, seperti dalam teks berikut ini:
[2Korintus 11:12-13] Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan/dibanggakan. Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
Oleh karena itu, Paulus selalu menuduh orang lain berdusta, dan nabi palsu, dengan tujuan -masih menurut pandangannya- membanggakan dan mengaktualisasikan diri sendiri menurut pandangan kontemporer. Maka dari itu, risalah/misi menurut pandangan Paulus hanyalah sekadar perang pemikiran dengan orang lain, untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri (apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan/dibanggakan}.
Inilah sekilas pandang mengenai Paulus sang Murid (bukan sang rasul), sosok pembentuk akidah Kristen, seperti yang kita lihat sekarang ini. Lihadah bagaimana dia menggambarkan diri dan sifatnya. Nah, adakah seorang rasul yang berkata kepada kaumnya,
- "Sungguh aku telah menjadi bodoh tetapi kamu yang memaksa aku!"
- "Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku!"
- "Aku berkata seperti orang gila!"
- "Namun di dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itui"
- "Meskipun aku tidak berarti sedikit pun!"
- "Aku tidak berdusta!"
Dia pun berupaya untuk mendapatkan kemuliaan dirinya sendiri,
- "Sebenamya aku harus kamu puji!"
Dia juga senantiasa bertindak munafik di hadapan manusia agar menguasai mereka, sampai-sampai dia rela menampilkan dirinya seakan-akan dia seorang penyembah berhala,
- "Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat!"
Dia ingin menaklukkan orang-orang sekalipun harus membayar mahal, sekalipun harus berpura-pura menjadi penyembah berhala, kafir dan hidup tanpa hukum/syariat! Mungkinkah orang seperti Paulus ini dapat dikategorikan sebagai seorang rasul?
Firman Allah,
"... Tidak adakah di antara kamu yang berakal?" (QS. Hud: 78)
Lalu, apakah konpensasinya? Di dalam Al-Qur'an Allah menjelaskan risalah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Dan dia tidak menuturkan (Al-Qur'an) menurut hawa nafsunya. la (Al-Qur'an) tiada lain kecuali wahyu yang di wahyukan. Yang mengajarinya (Jibril) yang sangat kuat." (QS. An-Najm: 3-5)
Saya berharap sekali agamawan Kristen membaca lagi ayat-ayat di atas beberapa kali, agar mereka dapat memahami artinya. Sadarkah para agamawan Kristen itu, bahwa seorang rasul tidak menuturkan menurut hawa nafsunya? Bahwa yang dibicarakannya itu tiada lain kecuali wahyu yang di wahyukan, dan agama adalah ilmu yang mengajarinya (Jibril) yang sangat kuat, bukan dengan takhayul, mitos, kebodohan, kejahilan dan bukan upaya untuk mengaktualisasikan diri.
Jika kita berbicara mengenai surat Paulus, kita tidak menemukan kata "wahyu", kecuali hanya sekali (Roma 11: 4). Itu pun karena dia berbicara tentang Nabi Elia, bukan tentang dirinya sendiri. Apakah para pembohong ini memperhatikan hal tersebut?
Ketahuilah, bahwa seorang rasul sudah seharusnya dibimbing oleh wahyu Tuhan yang benar dalam setiap ucapannya.
Firman Allah,
"Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak menukirkan(nya)?" (QS. Al-An'am:50)
Saya sangat berharap para pembohong ini mau membaca ayat-ayat di atas berulang kali, sehingga mereka sadar akan kebenaran yang mereka yakini dan mengetahui apa sebenarnya esensi wahyu Tuhan yang benar itu. Oleh karena itu, permasalahan agama adalah permasalahan ilmiah yang dapat dicerna oleh akal dan logika, bukan permasalahn yang dipenuhi dengan kebodohan dan kejahilan.
"Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"
Renungan Seperti yang telah kita lihat -pada alenia-alenia di atas- bahwa Paulus, hanyalah salah seorang penyebar Injil, atau malah merupakan salah seorang penafsir Injil perdana. Dia pun mengakui hal itu secara terang-terangan, dan juga mengakui bahwa dia tidak berbicara atas nama wahyu yang turun dari langit, melainkan berbicara atas dasar kebudayaan yang dianutnya yang berkembang pada saat itu (tanpa melihat kebodohannya, yang diakuinya sendiri).
Dan, yang kita ketahui -sekarang ini- bahwa Paulus telah menulis empat belas surat (jika kita menganggap dialah penulis surat kepada kaum Ibrani itu), yang telah dimasukkan seluruhnya ke dalam Alkitab, yang nantinya -melalui keputusan Dewan Tinggi Gereja- dinyatakan sebagai dasar ajaran Kristen dalam formatnya sekarang ini.
Pauluslah yang menentukan ketuhanan Al-Masih, dia juga yang menyatakan Al-Masih anak Tuhan (Trinitas), dia juga yang mengatakan adanya kesalahan fatal, serta yang mengatakan tentang pengorbanan dan salib, dan pemyataan lainnya. Inilah bentuk ajaran Kristen yang tidak lagi bersandarkan pada Al-Masih, akan tetapi bersandarkan pada Paulus.Pertanyaan yang terlontar sekarang!
Pertama: Bagaimana mungkin seorang agamawan Kristen membiarkan Tafsiran Paulus (surat-surat Paulus) itu menyusup ke dalam Alkitab (tanpa melihat kebenarannya) dan menganggap tafsiran tersebut (surat-surat Paulus itu) sebagai bagian pelengkap dan penyempuma agama Kristen?
Kedua: Bagaimana mungkin para agamawan Kristen membiarkan pandangan Paulus terhadap agama Kristen, sebagai satu-satunya pandangan yang benar bagi ajaran Kristen, serta memaksakannya kepada semua orang (pandangan yang memformat ajaran Kristen seperti sekarang ini). Bahkan pandangan Paulus tersebut melarang orang-orang memandang Al-Masih dengan pandangan yang sebenamya!
Ketiga: Apakah pandangan Paulus itu benar dalam memahami dan menafsirkan ajaran Kristen? Kita perhatikan disini, seandainya para ulama Islam mengikuti konsep tersebut di atas, maka sudah bisa dipastikan tafsir-tafsir Al-Qur'an perdana (seperti: Tafsir AthThabari, Qurthubi, Ibnu Katsir dan lainnya) dinyatakan sebagai bagian dari Al-Qur'an itu sendiri. Ini berarti, mencampur-adukkan wahyu Ilahi dengan teks buatan manusia. Namun hal tersebut tidak pernah terjadi dalam ajaran Islam. Begitu juga dengan sunah nabawiyah (segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan atau diamnya beliau), bukanlah termasuk dari ayat-ayat Al-Qur'an. Bahkan sunah nabawiyah tersebut telah digolongkan dalam suatu cabang ilmu terpisah yang dapat diteliti, diperdalam dan diuji keabsahannya. Sampai-sampai sunah nabawiyah itu dapat digolong-golongkan berdasarkan kepada mutawatir atau tingkatan lainnya oleh para ulama dan agamawan Islam.
Pada umumnya, kejadian seperti ini bukanlah sebuah keanehan dalam pemikiran Kristen. Karena Injil-injil itu sendiri ditulis tanpa adanya wahyu dari langit (karena kata "wahyu" tidak disebutkan sama sekali dalam keempat Injil yang menyatakan cara penulisan Injil-injil tersebut). Bahkan Injil-injil ini ditulis dalam bentuk cerita yang mencerminkan pandangan sang penults terhadap kejadian yang berlangsung pada saat kehidupan Yesus. Ini dapat terlihat dengan jelas dalam surat Lukas (Injil Lukas). Injil Lukas, tak ubahnya seperti sebuah surat yang ditulis oleh "Lukas" kepada seseorang yang bernama Teofilus (At-Tafsir At-Tathbiqi tidak menyebutkan hubungannya dengan Lukas) untuk menceritakan kepadanya kejadian yang dilihat pada saat itu, seperti yang ada dalam pembukaan Injilnya yang mengatakan,
[Lukas 1:1-5] Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang persitiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita. Seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetabui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar. Pada Zaman Herodas, Raja Yudea, adalah seorang imam bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet.
Bahwa Injil Lukas (Injil ketiga dari Alkitab) mirip dengan sebuah cerita (yang diriwayatkan oleh Lukas) atas kejadian yang terjadi pada saat itu tentang kehidupan Yesus. Inilah bentuk penulisan Injil yang sama dengan injil lainnya -yang diriwayatkan oleh Matius, Markus, dan Yohanes- yaitu penulisan kisah suatu kejadian yang berlangsung pada saat Yesus hidup, sesuai dengan riwayat sang penulis, tanpa melalui wahyu. Dan tidak disebutkan kata "wahyu" secara jelas di keempat Injil tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Telah sama-sama diketahui bahwa penulisan injil dimulai antara tahun 70 dan tahun 115, dan tidak seorang pun dari para penulis Injil itu mengenal Yesus Al-Masih atau mendengar pembicaraannya. Begitu pula, Injil pertama kali ditulis dengan bahasa Yunani, padahal Yesus berbicara dengan bahasa Aramaik.
Di sisi lain, saat kita melihat ke wahyu dalam pemikiran Al-Qur'an (Perjanjian Terbaru), maka kita akan mendapatkan bahwa wahyu teriihat sangat jelas. Tidak ada percampuran ayat dan misteri di dalamnya. Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Rasul-Nya,
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ahzab: 2)
Konsep wahyu bukanlah pemikiran yang baru dalam agama Islam, akan tetapi merupakan bentuk hubungan antara Allah dan para Rasul-Nya, sama seperti hubungan antara langit dan bumi. Oleh karena itu, Allah berfirman kepada Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam agar mengatakan kepada umat manusia,
"Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang terang." (QS. Al-Ahqaf:9)
Arti rasul dan risalah itu sendiri berbeda di dalam Al-Qur'an. Allah berfirman,
"Dan Kami turunkan Al-Qur 'an dengan sebenar-benamya dan Al-Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." (QS. Al-Israa': 105)
Ilmu Paulus
Berkenaan dengan Ilmu yang dimiliki Paulus, kita dapat melihat dia mengaku terus terang bahwa dia belajar ilmu kepada orang-orang bodoh, orang-orang bijak dan kepada filosof-filosof Yunani:
[Roma 1:14] Aku berhutang baik kepada orang Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang yang tidak terpelajar."
Bahwa suratnya -seperti yang terlihat dalam teks di atas- adalah percampuran budaya juga kekacauan penulisan dan pemikiran. Bersarnaan dengan itu Paulus saling bertentangan dengan "Tuhan Yesus" yang menolak hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak.
[1Korintus 1:19-20] Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan." Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?
Seperti yang kita lihat, bahwa Paulus menerima hikmah dan kebodohan secara bersamaan, sedangkan Tuhannya Yesus menolak hikmah dan tidak menerima kecuali dengan kebodohan. Maka, Tuhan Yesus tidak melihat hikmah alam ini kecuali kebodohan. Paulus menjelaskan kepada kita bahwa Tuhan tidak memberikan pilihannya kecuali kepada kebodohan, bahkan lebih memuliakan kebodohan daripada orang yang memiliki hikmah.
[1Korintus 1:27] Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat.
Sudah dapat dipastikan, bahwa seandainya Paulus menganggap dirinya pilihan Tuhan, berarti sebenamya dia bodoh -menurut teks di atas- bukan termasuk golongan orang yang bijak. Dan Paulus memberikan ringkasan kepada kita bahwa "pengorbanan dan penyaliban" -poros ajaran Kristen- tidak akan berhasil mendominasi ajaran tersebut, kecuali dengan hilangnya hikmat/ilmu dan lenyapnya pemahaman bersamaan dengan hadirnya kebodohan.
[1Korintus 1:18-20] Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan." Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?
Paulus telah menjelaskan bahwa Tuhan Yesus hanya melihat jalan kebodohan dan kedunguan, ini merupakan jalan yang terbaik untuk lebih mengenalnya.
[1Korintus 1:21] Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleb hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.
Artinya, bahwa sang Khalik menganggap baik, seandainya jalan yang ditempuh menuju kepada-Nya melalui jalan kebodohan dan kedunguan! Oleh karena itu, Paulus mensucikan kebodohan dan mengangkatnya melampaui hikmah.
[1Korintus 3:18-20] Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, blarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena hikmat dunia itu adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: "la yang menangkap orang yang berhidmat dalam kecerdikannya." Dan di tempat lain: "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesunggubnya semuanya sia-sia belaka.
Inilah pemikiran Tuhan Yesus tentang hikmat dan orang-orang yang bijak. Dia melihat bahwa pemikiran orang-orang yang bijak adalah kesalahan.
Berkenaan dengan wahyu Ilahi yang benar (Perjanjian Terbaru), kata "hikmah" disebutkan bersamaan dengan pemahaman ilmu dan wahyu, seperti yang ada pada firman Allah,
"Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu seorang Rasul (Muhammad.) di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Qur'an dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (QS. Al-aqarah: 151)
Kata hikmah dalam pemikiran Islam selalu bergandengan dengan kebaikan (semua kebaikan) bagi manusia, karena hal ini merupakan pemberian dan anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Firman Allah,
"Allah menganugerahkan hikmah (kemampuan mendalami dan memahami ajaran Allah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal." (QS. Al-Baqarah: 269)
Inilah Firman Allah tentang Isa putra Maryam dan risalah yang dibawanya,
"Dan Dia mengajarkannya Alkitab, Hikmah, Taurat, dan Injil." (QS. Ali Imran: 48)
Sedangkan Paulus (sang rasul) -pembuat ajaran Kristen- mengatakan (Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai orang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai orang bodoh) artinya perkataan itu bukanlah wahyu. Dia berbicara (seperti orang gila) dialah yang mempertahankan kebohongannya dan mempertahankan kebodohannya serta menolak ilmu di setiap perkataannya (yang suci). Dialah yang mengangkat kebodohan di atas hikmah, bahkan meminta seluruh umat Kristen untuk bersikap bodoh, agar mereka menjadi orang bijak.
Sesungguhnya akidah Trinitas tidak akan sempurna, kecuali dengan kebodohan dan kedunguan. Maka, dengan semua yang dilakukan Paulus ini, orang-orang Kristen mengkategorikan Paulus ke dalam golongan para nabi yang benar. Dan, mengkategorikan Muhammad SAW yang membawa kebenaran, ilmu dan logika ke dalam golongan nabi palsu! Mereka, bukanlah orang yang pertama kali melakukan hal seperti ini, karena sebelum mereka, telah ada kaum Tsamud -kaum Nabi Shaleh- yang lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk, sehingga turun firman Allah atas mereka,
"Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk, maka mereka disambar petir (sebagai) adzab yang menghinakan desebabkan apa yang telah mereka kerjakan. Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang yang bertakwa." (QS. Fushshaat:17-18)
Paulus dan Hukum Taurat Sebenarnya Paulus sang rasul, atau yang lebih tepat Paulus sang murid, telah menghilangkan moral dan meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Dia juga telah menyebarkan kerusakan dan melanggar ajaran Musa dan Isa secara terang-terangan. Tidak hanya sebatas ini saja, bahkan dia telah merusak sendi-sendi agama itu sendiri. Sebelum kami menjelaskan pemahaman ini, izinkanlah kami rnemulai penjelasan firman Tuhan kepada Musa Alaihissalam seperti yang terdapat dalam Kitab Ajaran (Taurat Musa):
[Ulangan 27:26] Terkutuklah orang yang tidak menepati perkataan hukum Taurat (An-Namus) ini dengan perbuatan. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!
Bahkan Tuhan mereka telah memberi peringatan kepada Musa dan bangsa Yahudi yang tidak melaksanakan hukum. Juga, mengancarn dengan siksaan, jika mereka tidak melaksanakannya.
[Ulangan 28:58-62] Jika engkau tidak melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat yang tertulis dalam kitab ini, dan engkau tidak takut dengan Nama yang mulia dan dahsyat ini, yakni akan TUHAN, Allahmu. Maka Tuhan akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama. la akan mendatangkan pula segala wabah Mesir yang kau takuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat kepadamu. Juga berbagal-bagai penyakit dan pukulan yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan Tuhan menimpa engkau, sampai engkau punah. Daripada kamu hanya sedikit orang yang tertinggal, padahal kamu dulu seperti bintang-bintang di langit banyaknya -karena engkau tidak mendengarkan suara Tuhan, Allahmu.
Seperti yang kita lihat dari ayat ini bahwa syariat (hukum Taurat) adalah suara Tuhan. Maka terkutuklah orang yang tidak melaksanakannya. Namun, apakah syariat yang dimaksud itu? Maksud dari syariat (hukum Taurat) dalam perkataan yang singkat adalah: Bertauhid dan berakhlak mulia yang disebutkan oleh Tuhan dan dilaknat orang yang tidak melaksanakannya, Dia berkata:
Ulangan 27:15-24
[15] Terkutuklah orang yang membuat patung pahatan atau patung tuangan, suatu kekejian bagi Tuhan, buatan tangan seorang tukang dan yang mendirikannya dengan sembunyi...
[16] Terkutuklah orang yang memandang rendah ibu bapanya...
[17] Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesamanya manusia... [1]
[18] Terkutuklah orang yang membawa seorang buta ke jalan yang sesat...
[19] Terkutuklah orang yang memperkosa hak orang asing, anak yatim dan janda...
[20] Terkutuklah orang yang tidur dengan istri ayahnya, sebab ia telah menyingkap punca kain ayahnya...
[21] Terkutuklah orang yang tidur dengan binatang apa pun...
[22] Terkutuklah orang yang tidur dengan saudaranya perempuan, anak ayah dan anak ibunya...
[23] Terkutuklah orang yang tidur dengan mertuanya perempuan...
[24] Terkutuklah orang yang membunuh sesamanya manusia dengan bersembunyi...
Beginilah hukum syariat senantiasa menyerukan nilai-nilai akhlak yang mulia. Tuhan pun turun ke bumi (dalam bentuk Yesus menurut ajaran Kristen) dalam Perjanjian Baru untuk menegaskan pentingnya pelaksanaan syariat (Hukum Taurat) secara berkesinambungan, Dia mengatakan:
[Matius 5:17-18] Janganlah kalian menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Inilah sikap Tuhan dalam dua perjanjian, baik yang lama ataupun yang baru. Lalu, bagaimanakah sikap Paulus terhadap pelaksanaan hukum ini? Sebenarnya Paulus telah mencampakkan syariat (hukum Taurat) ke neraka, sebelum langit dan bumi ini binasa, seperti yang telah Tuhan firmankan. Paulus sendiri menganggap bahwa syariat (Hukum Taurat) dan cara pelaksanaannya adalah perbuatan terlaknat yang tidak wajib untuk dilaksanakan. Dia berkata:
[Galatia 3:13] Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklab orang yang digantung pada kayu salib!"
Ini berarti, bahwa Tuhan mengingkari dirinya sendiri! Hanya dengan satu ayat saja, Paulus telah menghancurkan syariat beserta segala isinya. Dia berkata bahwa syariat itu kutukan, bahkan mengatakan bahwa Tuhan itu sendiri terkutuk [dengan jalan menjadi kutuk karena kita], karena manusia telah menggantungkan Tuhannya di kayu (salib). Maka dari itu, Paulus berkata bahwa Tuhan telah melaknat dirinya sendiri, dan dia mengatakan terkutuklah orang-orang yang berpegang kepada hukum Taurat dan melaksanakannya.
[Galatia 3:9-10] Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada dibawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat."
At-Tafsir At-Tathbiqi li Al-Kitab Al-Muqaddas menjelaskan arti yang berkenaan dengan maksud ayat di atas hlm. 2502:
[Yesuslah yang telah mengambil sendiri kutukan hukum Taurat tersebut, saat dia rela dirinya digantung di kayu disalib (Galatia 3:13). Dia telah melaksanakannya, agar kita tidak menanggung derita itu. Beginilah cara yang dimungkinkan kita dapat selamat bersamanya. Satu-satunya syarat adalah dengan menerima perbuatan Yesus, yang dilakukannya diatas kayu salib (Kolose 1:20-23)].
Syarat yang dimaksudkan -sebagaimana yang telah kita ketahui- adalah nilai-nilai moral. Artinya, agama Kristen mengutuk orang-orang yang berakhlak mulia! Beginilah "Tuhan telah wafat" oleh tangan manusia dalam Perjanjian Baru. Dan, Paulus mencampakkan hukum Taurat ke neraka! Atas dasar inilah, di dalam ajaran Kristen tidak ada pencegahan bemuansa religius terhadap suatu kejahatan! Tidak ada aturan, tidak ada norma dan tidak ada akhlak! Inilah cara Paulus membebaskan hawa nafsu manusia, agar melakukan apa saja yang mereka inginkan. Dan, Paulus pun mengumumkan bahwa syariat tidak lagi dibutuhkan oleh umat Kristen, setelah manusia menyalib Tuhan dan membunuhnya di kayu salib, dia mengatakan:
[Galatia 3:24-25] Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun.
Maksudnya, kita sudah tidak memiliki penuntun lagi. Dan, Paulus telah menghapuskan seluruh hukum Taurat.
[Afesus 2:15] Sebab dengan mati-Nya (tubuh Yesus yang disalib) sebagai manusia la telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.
[Galatia 2:16] Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya o/en iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "Tidak ada seorangpun dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat."
Maksud ayat di atas adalah bahwa melaksanakan syariat tidak dapat mengarahkan seseorang kepada kebaikan! Bahkan, Paulus menegaskan bahwa orang yang berambisi melaksanakan syariat (hukum Taurat) akan kehilangan nikmat Tuhan.
[Galatia 5:4] Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia [kehilangan nikmat].
Paulus pun melanjutkan lagi pembicaraannya, bahwa tidak dibutuhkan lagi amal saleh, dia mengatakan:
[Roma 3:27-28] "... Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat."
Terlihat jelas sikap Paulus yang membebaskan manusia dari nilai kemanusiaan dan agama. Dan, Paulus menjadikan keimanan kepada Yesus, jalan yang cukup untuk keselamatan dan ketaatan tanpa membutuhkan amal saleh.
Hal ini sangat bertentangan sekali dengan perkataan Yesus (Tuhan menurut pandangan Kristen):
[Matius 12:36-37] Tetapi aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmn engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.
Beginilah! Tuhan telah berseteru dengan dirinya sendiri! Akibat dari perbuatan Paulus sang rasul dan amal saleh tidak lagi dibutuhkan dalam ajaran Kristen.
[2Timotius 1:9-10] Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya [nikmat-Nya] sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman. Dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.
Hal tersebut ditegaskan kembali pada ayat lainnya:
[Titus 3:4-5] Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh kudus.
Ayat-ayat lain pun terus bergulir. Sehingga hanya dengan beriman kepada Yesus -tanpa melihat amal saleh yang dilakukannya- seorang penganut Kristen dapat selamat.
[Roma 10:9-10] Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia di antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan
Oleh karena itu, Milankton berkata dalam bukunya Al-Amakin Al-Lahutiyah (Tempat-tempat Ketuhanan), "'Jika kamu mencuri, berbuat zina, atau berbuat fasik, maka janganlah risaukan perbuatan itu! Akan tetapi, janganlah kamu lupa, bahwa Allah adalah seorang kakek yang banyak memiliki kebaikan, dan Dia telah terlebih dahulu mengampuni segala kesalahanmu -beberapa waktu lamanya- sebelum kamu melakukan kesalahan itu."
Seperti yang dikatakan Martin Luther seorang pendiri aliran Protestan, "Bahwa Injil tidak meminta kita untuk melakukan amal saleh (agar kita termasuk golongan orang yang taat), bahkan sebaliknya, justru menolak segala amal perbuatan kita. Sebenarnya, agar kita tampak saleh, kita harus memperbesar dan memperbanyak dosa. "Jika kita tambahkan dari uraian di atas, bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk menikmati segala yang ada di dunia." Di sini terlihat, bahwa agama Kristen menyerukan ajaran yang hina.
Teks-teks tersebut memiliki dampak yang sangat besar terhadap hukum Taurat dalam ajaran Kristen. Para perintis agama Kristen telah mengetahui -sebelum yang lainnya- bahwa semua larangan berubah menjadi halal. Oleh karena itu, agama Kristen dan agama sebelumnya yaitu Yahudi telah melepaskan diri dari belenggu hukum dan semua pesan moral yang terkandung di dalamnya, sehingga kondisi tersebut -sebagaimana yang disimpulkan oleh para peneliti- terealisasi dalam masyarakat Kristen di zaman modem sekarang ini eperti di antaranya:
- menyebarnya zina dan perbuatan keji,
- banyaknya kejahatan,
- perbedaan ras,
- perpecahan keluarga,
- hubungan masyarakat yang buruk,
- tersebarnya minuman keras,
- kehidupan tanpa agama,
- bersikap kejam terhadap bangsa lainnya.
Kekejaman terhadap bangsa lain terliha tjelas dalam pembasmian masyarakat dunia ketiga, terutama negara Islam. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan CIA (Central Intelligence of America) mengatakan, "Jumlah penduduk dan kedaulatan dunia ketiga harus dibatasi dengan cara apa pun, seperti: peperangan, penyakit dan epidemi. Atau, dengan cara lainnya, baik yang legal ataupun yang illegal, agar negara-negara tersebut tidak dapat menikimati sumber daya alam yang mereka miliki, karena surnber tersebut dianggap milik Amerika dan Iriggris (negara Eropa secara umum).
Adapun negara-negara 'yang rnenjadi sasaran utama hasil perielitian mereka adalah Mesir, Iran, dan seluruh negara-negara Arab, juga negara-negara di benua Afrika dan Asia.Bencana peperangan tersebut dipimpin oleh Amerika Serikat dan Israel, dengan bukti adanya 12 pusat penelitiari ilmiah di Amerika yang merampungkan pembuatan virus dan penyakit yang diambil dari gen manusia, yang dapat menular ke populasi tertentu yang sama gennya, dan tidak akan menular ke populasi yang berlainan gen.
Begitulah caranya Kristen Eropa menghidupkan kembali -berlandaskan Alkitab sebagai rujukan- komunitas Darwin yang suka bunuh-membunuh saudaranya sesama manusia. Dan, menganggap nukum rimba nierupakan hukum alam yang berlaku, karena kebenaran agama telah musnah.Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa bencana dan kehancuran moral yang mendominasi dunia Eropa dan Barat Kristen secara umum (yang sengaja mereka ekspor kepada kita saat ini), disebabkan oleh Alkitab yang mereka anggap -meskipun rnemiliki banyak nilai negatif- sebagai kata-kata Tuhan yang memberikan petunjuk dan kebaikan serta surga dan keagungan Tuhan.
Saya ingin -untuk terakhir kalinya- menunjukkan berita di internet yang mengatakan bahwa Paulus berusaha menghilangkan akhlak dan norma-norma agama yang ada di agama Kristen, begitu juga kebohongan dan propaganda umat Kristen terhadap Islam. Di antaranya, mengekspos jawaban para pelayan Tuhan dari pertanyaan yang diajukan oleh seorang Muslim:
"Apakah menurut anda, dengan diselamatkannya umat manusia oleh Yesus di tiang salib berarti meniadakan 'hisab'[2] sekaligus memberikan peluang kepada umat Kristen untuk melakukan kemaksiatan, sebab Yesus telah menyelamatkan mereka? Dengan kata lain, anda mengira tidak ada 'hisab' dan neraka?!"
Para pelayan Tuhan itu menjawab sambil tercengang dan kaget:
"Kami tidak tahu dari manakah anda mendapatkan informasi yang aneh seperti ini? Apakah anda membacanya dari Alkitab yang diyakini oleh umat Kristen, lalu menyampaikannya? Seandainya anda baru membacanya sekali, maka janganlah membuat tuduhan yang tidak mendasar seperti ini!"
Inilah cara mereka menipu yang lainnya. Mereka memanfaatkan kebodohan pendengar atau pembaca agar dapat menipu dan membohonginya!
CATATAN KAKI:
[1] Bandingkanlah dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel sekarang ini, yang menghancurkan bangsa Palestina dan menguasai tanah mereka, tanpa ada alasan yang benar.
[2] Lihat penjelasannya di sini.
[Sumber: Islam Menjawab Tantangan | Gerakan Anti Kristenisasi]
0 Comments